Potensi


 Dosen Unpad Kembangkan Beras Singkong
JAKARTA - Pemerintah mengimbau agar masyarakat Indonesia tidak ketergantungan pada beras sebagai bahan makanan utama. Menanggapi imbauan tersebut, salah seorang dosen Universitas Padjadjaran (unpad) pun mengembangkan beras singkong atau rasi sebagai alternatif bahan makanan.

Marleen Sunyoto, pengajar pada Fakultas Teknologi Industri Pertanian Unpad (FTIP) Unpad menjadikan rasi sebagai tema utama penelitian disertasinya. Ide ini pertama kali muncul pada 2007 lalu ketika dia menjadi juri dalam Ethnic Food Festival yang dihelat oleh Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disindag) Jawa Barat.

Saat itu, banyak peserta mengolah singkong sebagai bahan pangan utama. Salah satu peserta dari Cireundeu, Cimahi, menyajikan 'nasi goreng singkong'. Di sana, masyarakat telah terbiasa mengonsumsi rasi selama ratusan tahun. Mereka membuatnya dengan memeras parutan singkong hingga menjadi tepung, kemudian ampasnya dijemur. Setelah kering, ampas singkong yang berbentuk seperti butiran beras ini lalu ditanak seperti cara memasak nasi.

Marleen mengakui, rasi ala Cireundeu ini memang enak. Namun, menurutnya, bentuk rasi itu kurang menyerupai beras. Teksturnya lebih seperti ketan dengan warna agak kekuningan. "Saya carikan metoda bagaimana nanti kalau ditanak warnanya seperti nasi, bentuk butirannya seperti nasi, kekenyalannnya seperti nasi. Inilah yang menjadi tantangan saya. 'Rasi' yang saya buat pun bukan hanya perasan singkong, tapi dicampur dengan bahan-bahan lain sehingga lebih bergizi,” kata Marleen seperti dikutip dari situs Unpad, Kamis (28/4/2011).

Marleen bertekad, ingin memberikan alternatif makanan pokok di Indonesia sehingga tidak selalu tergantung pada beras padi. Untuk rasi, dia tidak akan murni hanya mengolah singkong menjadi seperti butiran beras padi. Nantinya, singkong akan melalui tahapan fortifikasi atau penambahan zat-zat gizi yang penting untuk tubuh.

Ibu satu anak ini pun bekerja keras untuk merealisasikan idenya. Dia masih mengembangkan formulasi dan metodologi rasi yang tepat. "Sehingga, rasi tersebut tidak hanya memiliki bentuk dan rasa seperti beras padi, tapi juga memiliki kandungan gizi tinggi dengan harga yang murah," ujarnya mengimbuhkan.

Wanita berkacamata ini tak sendirian, dia dibantu berbagai pihak dan berkonsultasi dengan beberapa ahli fortifikasi. Para mahasiswa bimbingannya bahkan ikut mengolah rasi menjadi aneka penganan seperti egg roll, tape, tiwul, dan cream soup. Marleen berniat membawa kreasi para mahasiswanya tersebut ke aneka seminar untuk menyosialisasikan bahwa dengan singkong (cassava) pun orang bisa hidup sehat.

Kepala Pusat Inkubator Bisnis Unpad itu berharap, rasi fotofikasi yang sedang dikembangkannya dapat menjadi alternatif pengganti beras miskin (Raskin). Pembagian Raskin untuk masyarakat berekonomi lemah atau di daerah rawan pangan seringkali terbentur masalah jeleknya kualitas beras yang dibagikan seperti berbau apek, berjamur, bahkan berkutu. 

"Dengan mengonsumsi 'rasi', masyarakat dapat hidup sehat tanpa harus mengeluarkan biaya tinggi untuk konsumsi panganan pokok" ujar Marleen berharap.(rfa)
http://kampus.okezone.com/read/2011/04/28/372/450992/wah-dosen-unpad-kembangkan-beras-singkong

 
Identitas pada Sebakul Rasi
Senin, 26 September 2011 ,
Neneng (31) warga Kampung Adat Cireundeu, Leuwigajah, Cimahi Selatan, Kota Cimahi, Jawa Barat, menanak nasi singkong dengan cara tradisional menggunakan kayu bakar dan kukusan, Jumat (23/9). Makanan nasi singkong atau beras singkong yang terbuat dari singkong yang digiling menjadi tepung ini menjadi makanan pokok warga kampung adat tersebut yang masih terjaga hingga kini.
    Kesibukan kecil tampak dari dapur keluarga Emen Sunarya (75), Rabu (10/8) siang. Cicih (66), istri Emen, sedang menyiapkan makan keluarga untuk sore hari. Sebakul rasi (nasi singkong) sudah terlebih dulu terhidang di meja makan. Tak boleh ketinggalan, rasi adalah yang terpokok. ”Ini identitas kami,” kata Emen.
   Jauh-jauh hari sebelum program diversifikasi pangan yang kini dikampanyekan pemerintah membahana, Emen dan lebih dari 200 warga lainnya di Kampung Cireundeu, Kelurahan Leuwigajah, Kecamatan Cimahi Selatan, Kota Cimahi, Jawa Barat, mengonsumsi rasi sebagai makanan pokok sejak tahun 1924.
   Ajaran karuhun (leluhur) yang terikat dalam kepercayaan Sunda Wiwitan membuat mereka segan melanggar tradisi memakan rasi. Kendati demikian, warga yang menganut Sunda Wiwitan hidup rukun dan berdampingan dengan warga kampung lainnya yang sudah beralih kepercayaan. Bahkan, perkawinan campuran lazim terjadi.
  

Emen yang dalam kesehariannya dipanggil dengan Abah Emen lantaran perannya sebagai tetua adat menuturkan, ajaran memakan rasi itu adalah upaya untuk merdeka lahir dan batin dari segala ikatan, yang pada masa lalu berupa penjajahan Belanda.
   Sekalipun penjajahan telah berakhir, namun kebiasaan memakan rasi itu tidak akan digeser. ”Yang mau berganti makan nasi silakan berganti. Tetapi saya akan tetap makan rasi, ini sudah jadi ajaran karuhun yang harus dilestarikan,” katanya.
   Kenyataan bahwa pada masa sekarang diversifikasi pangan makin digalakkan karena kondisi cuaca ekstrem dan makin berkurangnya areal pertanian, Abah Emen melihatnya sebagai bagian kecil dari keuntungan mengikuti ajaran karuhun untuk makan rasi ialah warganya kini tak repot mencari beras.
   Dalam kehidupan sehari-hari, warga kampung yang bepergian jauh pun membawa bekal rasi. Ba’riat (60), salah satu warga Cireundeu menuturkan, jika keluarganya bepergian jauh, ia terbiasa membawa rasi, buah atau sayuran. Begitu pula saat bertamu dan dihidangkan makanan nasi beras, mereka akan berterus-terang untuk tidak memakannya. ”Ada banyak pilihan makanan, bisa makan yang lainnya, seperti lauk ikan, tahu, tempe, atau sayuran,” katanya.
Tidak hanya pantang makan beras, warga Cireundeu juga tidak mengonsumsi biji-bijian sejenis padi, termasuk ketan.
   Antropolog dari Universitas Padjadjaran, Budi Rajab, mengatakan, tindakan yang dilakukan masyarakat adat sesungguhnya tidak melulu didasarkan pada pertimbangan kepercayaan. Pertimbangan rasional kuat berpengaruh, terutama untuk bisa bertahan hidup. Pilihan makan rasi pun didasari pada kondisi lingkungan yang memang tidak cocok ditanami padi.
   Pada perkembangannya kebiasaan itu ditransformasi menjadi keuntungan ekonomis yang menopang kehidupan warga kampung. Hal itu terbukti, misalnya, jika melihat kehidupan warga Cireundeu sekarang yang relatif berkecukupan dengan mengolah singkong menjadi aneka produk makanan.
Bernilai ekonomis
    Abah Emen menuturkan, dari 286 keluarga di kampung itu, hampir semuanya memiliki ladang singkong. Warga menanam singkong di jajaran bukit yang mereka anggap gunung, yakni Pasir Panji, Gunung Jambul, Gunung Gajah Langu, Gunung Puncak Salam, dan Gunung Cimenteng. Luasan daerah perbukitan itu sekitar 800 hektar (ha), dan 25 ha di antaranya ditanami singkong. Jenis singkong yang ditanam umumnya karikil, yakni jenis yang tidak disenangi babi hutan.
    Rusmana (52), contohnya, mengelola 0,3 ha lahan. Dari luasan lahan itu, ia bisa memanen 5 ton singkong. Walaupun panen setiap tahun, pada praktiknya ia bisa panen setiap bulan. Sebab, lahan singkongnya dibagi lagi menjadi delapan petak yang masa panennya tidak berbarengan.
Suhanda (61) merawat dan membersihkan lahan perkebunan singkongnya di perbukitan Kampung Adat Cireundeu, Leuwigajah, Cimahi Selatan, Kota Cimahi, Jawa Barat, Jumat (23/9)
   ”Setelah dipanen, singkong dikuliti dan dibersihkan. Untuk bisa jadi tapioka (aci), singkong digiling dulu, diperas, dan diendapkan sehari semalam,” tutur Rusmana.
   Dari satu kuintal singkong bisa dihasilkan 30 kilogram (kg) tapioka dan 10 kg ampas singkong. Ampas singkong tidak begitu saja dibuang, melainkan dijemur sampai dua hari dan kembali digiling hingga berbentuk bubuk yang disebut dengan rasi (beras singkong). Rasi inilah yang sehari-harinya dikonsumsi warga Cireundeu.
   Untuk proses pengolahan singkong menjadi tapioka dan rasi, Rusmana tidak bersusah-payah. Kerukunan dan rasa gotong-royong yang tinggi di antara warga membuat mereka saling membantu ketika ada rekan petani yang panen. ”Semua warga di sini bukan orang lain, saudara semua,” ungkapnya.
   Rusmana menceritakan, awalnya yang dijual dari singkong hanya tepung tapiokanya yang dihargai Rp 5.000 per kg. Namun, dua tahun terakhir banyak permintaan rasi dari luar daerah kepada kelompok petani singkong Cireundeu. ”Dulu, siapa saja yang ingin rasi, ya silakan ambil saja. Tetapi sekarang rasi dihargai sampai Rp 4.000 per kg,” katanya.
   Asep Wardiman (40), Ketua Kelompok Petani Singkong Cireundeu menjelaskan, rasi digemari karena kadar gulanya rendah dan baik dikonsumsi penderita diabetes. Dari 100 gram kandungan gizi rasi terdiri dari 359 kalori energi, karbohidrat 86,5 gram, protein 1,4 gram, dan lemak 0,9 gram. Standar gizi 100 gram beras setara dengan 120 gram singkong.
   Warga pun mengolah rasi menjadi kerupuk dan aneka penganan. Kerupuk singkong, misalnya, kini digemari dan harganya cukup mahal. ”Delapan biji kerupuk mentah dihargai Rp 1.000. Begitu juga dengan kulit singkong yang dijadikan dendeng,” kata Ba’riat yang mengoperasikan mesin penggiling singkong milik kelompok tani.
   Istri Ba’riat kerap menjual sayur daun singkong di pasar. Kayu singkong yang kering biasa dipakai kayu bakar. Ubi singkong pun acap kali difermentasi menjadi tape (peuyeum) yang nikmat.
Perlu aksi nyata
   Marleen Sunyoto, peneliti dan pengajar dari Fakultas Teknologi Industri Pertanian Unpad, mengatakan, kemandirian pangan yang dijalani warga Cireundeu memerlukan waktu puluhan tahun dan dilandasi atas kesadaran kolektif yang kuat antarwarga.
   Dalam upaya pemerintah mengantisipasi krisis pangan yang dipicu anomali cuaca dan menyempitnya lahan pertanian, khususnya padi, menggalakkan kembali konsumsi makanan pokok selain padi adalah suatu keharusan. Namun, kebijakan itu harus disertai dengan perencanaan matang, terutama dengan mengoptimalkan potensi lokal.
   Sebagai contoh, dulu masyarakat Madura dikenal mengonsumsi jagung, sama halnya dengan Maluku yang mengonsumsi sagu. Namun, selama bertahun-tahun pemerintah mengintroduksi beras sebagai makanan pokok, sehingga ketergantungan sangat tinggi pada beras, termasuk di Madura dan Maluku.
   ”Untuk mengubah pola pikir dan pola makan masyarakat itu susah. Hal yang mesti dilakukan ialah memberikan contoh,” kata Marleen
Sejak pertengahan Juli lalu, Jawa Barat menggulirkan program one day no rice. Namun, kebijakan itu belum terasa implementasinya kalau tidak disertai aksi nyata. ”Percuma juga jika kebijakan one day no rice hanya berlaku di jajaran elite pemerintahan, sedangkan di tingkat bawah masih mengonsumsi nasi. Hanya pengurangan konsumsi beras, tapi itu bukan berarti diversifikasi pangan,” jelas Marleen.
   Lebih-lebih jika masyarakat salah memaknai sehari tanpa nasi artinya bisa makan apa pun selain beras, misalkan dengan banyak makan roti. Padahal, Indonesia masih impor gandum sebagai bahan dasar terigu pembuat roti.
   Pemda Jabar, kata Marleen, bisa membantu teknologi pengolahan pangan selain beras di beberapa daerah untuk mendorong diversifikasi pangan. Sejumlah daerah di Ciamis, misalnya, terbiasa mengonsumsi umbi ganyong. Daerah itu bisa dibantu dengan penyuluhan dan pemberian mesin pengolahan ganyong. Di sisi lain, program fortifikasi pangan atau penambahan zat-zat gizi pada makanan pokok selain beras juga bagian dari diversifikasi pangan.
Warga Kampung Cireundeu telah memberikan contoh, soal pangan adalah juga soal identitas diri. Bangsa yang tidak memiliki kemandirian pangan sejatinya adalah bangsa yang tidak berkarakter dan nihil identitas. Oleh: Rini Kustiasih dan Dedi Muhtadi



Contoh Laporan LPM - Data Potensi dan Masalah Desa dari LPM  Desa Cibodas,  Jonggol, Bogor

Cibodas Kecamatan Jonggol Bogor, memiliki luas 812, 35 Km , dengan lahan sawah=71 hektar   dan tegalan=280 hektar. Desa berpenduduk =3.447  Jiwa ini,  kaum lelakinya sejumlah =1778 Orang , dan wanitanya sebanyak= 1664 Orang.

Desa Cibodas juga memiliki peternak kambing sebanyak = 53 Orang, dan peternak sapi = 15 Orang.
Desa ini juga masih memiliki   312 Orang  petani, dan  40 Orang berprofesi sebagai pedagang. Sementara jumlah anak putus sekolah SD =218  Orang , anak putus sekolah SMP=  132 Orang , dan anak putus sekolah SMU=87 Orang. Ada 2 Sekolah SD dan satu  Madrasah Ibtidaiyah, tapi belum ada SMP dan SMU/SMK  di desa ini..

Demikian dilaporkan oleh Ketua LPM Cibodas -H.Memed AF, yang juga ditandatangani oleh Kepala Desa dan Sekretaris LPM -Eneng Nuraisyah ,2  Juni 2004.
Contoh formulir Laporan  LPM , Data Potensi dan Masalah Desa Cibodas selengkapnya terlampir sebagai berikut.
Laporan LPM Data Potensi & masalah Desa Sadengkolot , Leuwiliang -Bogor
Desa ini memiliki luas 481,3 km, dengan lahan sawah 200 ha, dan tegalan 200 ha, memiliki jalan desa sepanjang 11 km. Berpenduduk 10.666 jiwa, kaum prianya berjumlah 5.535 Orang, dan wanitanya 5.131 Orang.

Untuk membantu kelancaran Pelayanan masyarakat, desa Sadengkolot dibagi menjadi 10 RW dan 42 RT. Desa ini memiliki 4 Sekolah Dasar(SD), 3 Madrasah Ibtidaiyah(MI), 1 Madrasah Tsanawiyah, 2 Madrasah Aliyah(MA).

Tentang sarana Ibadah, Sadengkolot telah memiliki  16 buah Masjid dan 12 Mushola. Namun mereka masih merencanakan akan membangun Masjid baru, Pesantren Baru, Mushola baru, dengan rencana anggaran sekitar 300 juta rupiah.

Dibidang kesehatan , desa ini memiliki 1 Puskesmas dan 11 Posyandu, yang dilayani oleh satu Orang tenaga Dokter dan satu orang tenaga Bidan desa.

Laporan Potensi dan Masalah Desa Sadengkolot Leuwiliang ini disampaikan oleh Ketua LPM- Suryadi dan SekretarisnyaLPM –Cecep Kurnia, serta diketahui oleh Kepala Desa – Dahroni, yang ditandatangani tanggal 5 Juni 2004. Detail laporan terlampir sbb:

Formulir Isian LPM Data Potensi dan Masalah Desa Terlampir Dibawah Ini "dalam bentuk mini-ukuran font 5" Bisa di Copy Paste, kemudian dibesarkan ukuran Font/Hurufnya sesuai kebutuhan, baru bisa diisi masing masing LPM Desa, untuk di tayangkan di website blog masing-masing LPM Desa, atau,  jika belum punya website blog, dikirim lewat email ke  DPD LPM Kabupaten.


Form Isian  Data LPM  Potensi dan Masalah serta Sketsa Desa di Kabupaten Bogor mini font 5
LPM Desa :…………………………………………………………………...
Kecamatan :……………………………………………………………….. Kabupaten Bogor
 


1.Luas Desa                                                  =                                               Km.
2.Luas Sawah                                                      =                                              Ha
3.Luas Tegalan                                      =                                                Ha.
4.Luas Setu/ Danau                       =                                                Ha.                           
5.Luas Lapangan Olah raga                  =                                                Ha
6.Luas Makam Desa                           =                                                Ha.
7.Jumlah Total Penduduk                      =                                            Orang     
8.Jumlah Penduduk Laki-laki              =                                          Orang
9.Jumlah Penduduk Wanita                   =                                         Orang  
10. Jumlah Rukun Warga/RW             =                                  ..Wilayah
11.Jumlah Rukun Tetangga/RT          =                                    Wilayah
12.Panjang Jalan Desa                             =                                             Km.
13. Jumlah SD                                          =                                     Buah
14.Jumlah SMP                                            =                                       Buah   
15.Jumlah SMU/SMK                                 =                                     Buah
16.Jumlah  MI                                         =                                      Buah
17.jumlah MTs                                             =                                      Buah
18.Jumlah  MA                                                 =                                    Buah
19.Jumlah TK                                           =                                       Buah 
20.Jumlah Masjid                                    =                                     Buah
21.Jumlah Mushola                                 =                                    Buah
22.jumlah Gereja                                  =                                       Buah
23.Jumlah Kelenteng                            =                                      Buah
24.Jumlah Sinagog                                     =                                      Buah
25.Jumlah Kuil                                          =                                      Buah
26.Jumlah PUSKESMAS                             =                                         Buah
26.Jumlah Rumah Sakit/RSB                  =                                      Buah
27.Jumlah Pasar Tradisional                 =                                        Buah   
28.Jumlah Swalayan/ Supermarket =                      Buah
29.Jumlah Posyandu                              =                                      Buah
30.Jumlah SD yang Akan Direhab =                                       Buah  Dengan Beaya Rp,                    
31.Jumlah SMP yang Akan Direhab =                           Buah Dengan Beaya Rp,
32.Jumlah SMU/SMK yang Akan Direhab =                           Buah Dengan Beaya Rp,
33.Jumlah MI yang Akan Direhab =                               Buah
Dengan Beaya Rp,
34.Jumlah MTs yang Akan Direhab =                           Buah Dengan Beaya Rp,
35.Jumlah MA yang Akan Direhab =                         Buah Dengan Beaya Rp,
36.Jumlah TK yang Akan Direhab =                                   Buah Dengan Beaya Rp,
37.Jumlah Masjid yang Akan Direhab =                          Buah Dengan Beaya Rp,
38.Jumlah Mushola yang Akan Direhab =                            Buah Dengan Beaya Rp,
39.Jumlah Gereja yang Akan Direhab =                             Buah Dengan Beaya Rp,
40.Jumlah Kelenteng  yang Akan Direhab =                           Buah Dengan Beaya Rp,
41.Jumlah Kuil yang Akan Direhab =                       Buah Dengan Beaya Rp,
42.Jumlah Vihara yang Akan Direhab =                         Buah Dengan Beaya Rp,
43.Jumlah Pesantren yang Akan Direhab =                         Buah Dengan Beaya Rp,
44.Jumlah Puskesmas yang Akan Direhab =                         Buah Dengan Beaya Rp,
45.Jumlah Posyandu yang Akan Direhab =                         Buah Dengan Beaya Rp,
46.Jumlah Posyandu yang baru Akan Dibangun =             Buah Dengan Beaya Rp,
47.Jumlah Puskesmas yang baru Akan Dibangun =             Buah Dengan Beaya Rp,
48.Jumlah Pesantren yang baru Akan Dibangun =             Buah Dengan Beaya Rp,
49.Jumlah Vihara yang baru Akan Dibangun =             Buah Dengan Beaya Rp,
50.Jumlah Kuil yang baru Akan Dibangun =             Buah Dengan Beaya Rp,
51.Jumlah Kelenteng yang baru Akan Dibangun =             Buah Dengan Beaya Rp,
52.Jumlah Gereja yang baru Akan Dibangun =             Buah Dengan Beaya Rp,
53.Jumlah Mushola yang baru Akan Dibangun =             Buah Dengan Beaya Rp,
54.Jumlah Masjid yang baru Akan Dibangun =             Buah Dengan Beaya Rp,
55.Jumlah TK yang baru Akan Dibangun =             Buah Dengan Beaya Rp,
56.Jumlah SD yang baru Akan Dibangun =             Buah Dengan Beaya Rp,
57.Jumlah SMP yang baru Akan Dibangun =             Buah Dengan Beaya Rp,
58.Jumlah SMU/SMK yang baru Akan Dibangun =             Buah Dengan Beaya Rp,
59.Jumlah MI yang baru Akan Dibangun =             Buah Dengan Beaya Rp,
60.Jumlah MTs yang baru Akan Dibangun =             Buah Dengan Beaya Rp,
62.Jumlah MA yang baru Akan Dibangun =             Buah Dengan Beaya Rp,
63.Jumlah Pasar yang baru Akan Dibangun =             Buah Dengan Beaya Rp,
64.Jumlah anak usia sekolah SD  =                                       Orang       
65.Jumlah anak usia sekolah SMP=                              Orang
66.Jumlah anak usia sekolah SMU/SMK =                     Orang
67.Jumlah anak usia sekolah Universitas/PT =                 Orang
68.Jumlah anak usia sekolah Balita/TK=                        Orang
69.Jumlah anak putus sekolah SD  =                                       Orang
70.Jumlah anak putus sekolah SMP=                                Orang
71.Jumlah anak putus sekolah SMU/SMK   =                  Orang
72.Jumlah angkatan kerja lulusan SD =                      Orang
73.Jumlah angkatan kerja lulusan SMP=                      Orang
74.Jumlah angkatan kerja lulusan SMU/SMK =                      Orang
75.Jumlah angkatan kerja lulusan Univ/PT =                      Orang
76.Jumlah Bidan Desa                            =                                Orang
77.Jumlah Dokter Desa                            =                                Orang
78.Jumlah Mantri Desa                            =                                Orang
79.Jumlah Anggota POLRI                    =                                 Orang
80.Jumlah Anggota TNI                    =                                 Orang
81.Jumlah Insinyur                                =                                Orang
82.Jumlah Sarjana Hukum                     =                                   Orang
83.Jumlah Sarjana Pendidikan              =                                Orang
84.Jumlah Pegawai Negeri                      =                        Orang
85.Jumlah Pegawai Swasta             =                           Orang
86. Jumlah Pedagang                            =                        Orang
87.Jumlah Petani                           =                      Orang
88.Jumlah Peternak ayam                          =                      Orang
89.Jumlah Peternak Kambing                        =                      Orang
90.Jumlah Peternak Sapi                   =                      Orang
91.Jumlah Tukang Batu                         =                     Orang
92.Jumlah Tukang Kayu                       =                     Orang
93.Jumlah Tukang Listrik                       =                     Orang



  Pengurus LPM kami dipilih berdasarkan Musyawarah Desa (Centang atau DIGARIS BAWAH salah satu sesuai fakta)
Pengurus LPM kami Ditunjuk Oleh KepalaDesa (Centang atau DIGARIS BAWAH salah satu sesuai fakta)
Cttn:  Jika ada peta Desa/foto pengurus dll- Mohon dikirim secara terpisah

Bogor,  Tanggal……/Bulan……………………………...Tahun………….

Tandatangan / Nama Lengkap dan Stempel

Kepala Desa                                   Ketua LPM                                  Sekretaris LPM
                                   

 

Sukses Bertani Cabai di Musim Hujan
Oleh : Wayan Supadno
*Formulator Pupuk Bio Organik Merk ORGANOX, ZPT Organik Merk HORMAX, dan 14 Merk Dagang
Pupuk Hayati lainnya
Cabai merupakan sayuran yang memiliki nilai ekonomi tinggi. Sun et al. (2007) melaporkan bahwa cabai mengandung antioksidan yang berfungsi untuk menjaga tubuh dari serangan radikal bebas. Cabai kelompok tanaman hortikultura yang rentan dengan segala macam hambatan, terutama di musim hujan, misal serangan hama dan penyakit. 
 Oleh karena itu, di lapangan dibutuhkan kecerdasan dan keterampilan khusus tentang budidaya cabai. Selain itu, penting juga untuk menguasai manajemen lapangan, seperti pengaturan drainase, pH (tingkat keasaman) dan kualitas tanah. Virus, menjadi ancaman paling serius bagi tanaman cabai, dibutuhkan tindakan preventif dan profilaksis sedini mungkin, bukan terapi, karena virus belum ada obatnya, yang paling ideal adalah membentuk kondisi imunitas pada cabai.
Dari pengalaman penulis menanam cabai di Desa Sukadamai, Jonggol, Bogor, berbagai penyakit bisa terkendali dengan baik, daun keriting pun bisa dikendalikan dengan hormon/ ZPT, bahkan bisa panen sebanyak 19 kali dalam luasan ± 0.5 Ha dengan populasi tanaman ± 7000 pohon yang ditumpangsarikan dengan jabon. Hasilnya sangat memuaskan, dan inilah nikmatnya menjadi petani. Berikut penulis bagikan pengalaman/ kiat bertani cabai :
A. Persiapan Lahan
1. Siapkan lahan dengan antisipasi kebutuhan air rutin terinterval, pH tanah netral.
2. Olah lahan dengan memberikan pupuk kandang pasca fermentasi sebanyak 2 ton/ha, diperkaya dengan pupuk organik cair dengan kadar C-organik tinggi sebagai media pembiakan mikroba yang sinergis dengan cabai.
3. Perkaya dengan bakteri penambat N, penghasil hormon (ZPT), contohnya Azospirillum sp., Azotobacter sp., dll.
4. Perkaya dengan bakteri pelarut P & K serta bakteri peningkat antibodi tanaman dan biopestisida seperti Bacillus isp., Pseudomonas sp., dll.
B. Persemaian
1. Rendam benih dengan ZPT organik/ pupuk hayati dengan dosis 20 ml/ liter air selama 1 malam.
2. Semprot kabut di daun dengan ZPT organik/ hormon pada pagi/ sore hari saat stomata daun membuka, berikan dengan dosis rendah (2 ml/liter air) setiap minggu sekali.
3. Bibit siap tanam/ pindah lapang pada 20 hari setelah semai.
C. Pemeliharaan dan Pasca Panen
1. Untuk pemeliharaan, siram/kocor pupuk hayati pada perakaran tanaman setiap 2 minggu sekali dengan dosis 10 ml/ liter air.
2. Semprot kabut dengan tepat dosis ZPT Organik/ hormon yang mengandung sitokinin, auksin, giberellin (pemacu percepatan vegetatif), etilena (perangsang bunga), asam absisat (pencegah dehidrasi), dan asam traumalin (pemacu percepatan penyembuhan luka), dimulai pada umur 10 hari setelah tanam, setiap 2 minggu sekali.
3. Setiap pasca panen, semprot kabut pada pagi/ sore hari ketika stomata daun membuka dengan ZPT organik dosis 3 ml/ liter air. Hal ini bermanfaat untuk memperpanjang umur panen dan meningkatkan volume panen, karena ZPT organik yang mengandung asam traumalin dapat mempercepat penyembuhan luka bekas petik, serta mengandung etilena untuk merangsang keluarnya bunga lagi secara serempak.
Karena cabai mutlak dikonsumsi oleh sesama, hendaknya menggunakan sarana pertanian yang murni organik atau jumlah input kimia sintetis yang diminimalkan. “Nikmatnya nikmat jika ancaman berubah menjadi peluang.” http://bangkittani.com/topik-utama/sebuah-pengalaman-sukses-bertani-cabai-di-musim-hujan/


Dibutuhkan Singkong 30 Ton / Hari
Terdapat lebih dari 10 pabrik pengolah tepung tapioka di  kawasan Sentul, Bogor. Hampir semua kesulitan karena kekurangan bahan baku.
Daerah Cipambuan dikenal sebagai pengolah tepung tapioka yang berbahan dasar singkong atau ubi kayu. Pabrik-pabrik yang telah berumur sekitar 15 tahunan masih kokoh memproduksi tepung tapioka. Umum­nya pabrik pengolah tepung ini dimiliki oleh perorangan. Salah satu pemilik pabrik tepung tapioka adalah Encep. Ia meneruskan usaha ini secara turun temurun.
Setiap harinya, pabrik pengolahan tepung tapioka ini menyedot tak kurang dari 30 ton singkong. Namun, akhir-akhir ini pasokan singkong menurun. Dalam satu hari, pasokan singkong paling tinggi sekitar 8 ton per hari. Singkong yang di­olah di sini hanya didatangkan dari daerah Jampang dan Surade Kabupaten Sukabumi saja. Para pemilik pabrik tepung tapioka berharap pasokan bahan baku lancar dan bisa dipasok dari berbagai daerah.
Jika masyarakat mau membudida­yakan singkong di lahan tidur yang sa­ngat luas di sekitar Jabotabek, masyarakat dapat meraup untung lumayan banyak karena mampu menghasilkan 80 ton / ha de­ngan harga Rp 700 ribu / ton pada umur tanam 10 bulan. Total bisa beromset Rp 56 juta / ha / 10 bulan. Pabrikpun bisa kembali sehat, perbankan bisa menambah modal dan tercipta lapangan kerja baru untuk mengurangi pengiriman TKI ke luar ne­geri. Tercipta rasa cinta pada   dunia pertanian di negeri pertanian ini. (Iwa) http://bangkittani.com/peluang-bisnis/dibutuhkan-singkong-30-ton-hari/

Sulitnya Mendapatkan 50 Ton Jengkol/Hari

Jengkol (Pithecellobium) identik dengan aroma tidak sedap, namun tidak demikian dengan peluang di bisnisnya. Setiap hari paling tidak, dibutuhkan minimal 50 ton jengkol untuk memenuhi kebutuhan pasar di Jakarta.
Begitulah harumnya penjualan komoditas kampungan model je­ngkol yang sempat kami cium di Pasar Induk Keramat Jati, Jakarta Timur. Itu pun baru sebatas pema­ntauan di kawasan Blok G, di sentra sayur mayur dan buah-buahan terbesar di Jabotabek itu.
Paling tidak ada 10 bandar besar jengkol yang bermain di blok tadi. Salah satunya adalah AHO, setiap hari buah berbentuk pipih itu turun dari dua truck colt diesel ,masing-masing bermuatan lima ton jengkol/truck-nya. Jengkol yang termasuk jenis polong-polongan itu didatangkan dari sejumlah daerah seperti Padang, Lampung, Sukabumi, dan Pekalongan.
“Jika sedang tidak masuk masa pa-nen, paling tidak saya terima 1 mobil berkapasitas 5 ton. Pasokan biasanya dari Padang, Lampung, Sukabumi, dan Pekalongan. Jumlah tersebut hanya cukup untuk satu hari,” ungkap Dodi pengelola lapak AHO.
Ada perbedaan antara jengkol asal Pulau Sumatera dan Pulau Jawa. Biasanya, jengkol dari Sumatera lebih kuat jika direndam di dalam air ketika proses pencucian. Tidak pecah dan justru akan lebih mekar apabila direndam lebih dari tiga jam. Namun tidak demikian untuk jengkol yang datang dari Pulau Jawa.
Untuk harga saat ini, buah khas wilayah Asia Tenggara itu dibandrol rata-rata Rp 9.000/kgnya. Lain lagi jika jengkol yang ada sudah dipilah menjadi tiga kategori super, sedang, dan kecil. Nilai jualnya bisa berkisar dari Rp 7.000 hingga Rp12.000 per kg.
“Dibanding komoditi lainnya, ­je­ngkol termasuk barang dagangan yang relatif stabil harganya. Selain itu, kebutuhannya juga tidak tergantung musim. Seperti kelapa santan misalnya, pembeli akan melonjak apabila jelang lebaran. Kalau jengkol, setiap hari orang pasti butuh,” lanjut Dodi bicara soal kebutuhan akan buah yang konon baik dikonsumsi bagi penderita diabetes dan jantung itu.
Dari harga jual tadi, pedagang umumnya meraup keuntungan bersih sebesar Rp 200/kg. Keuntungan itu sudah dipotong ongkos pengiriman, upah pekerja, dan biaya karung. Tak pelak dalam sebulan, Dodi dan lainnya mampu mengantongi keuntungan sekitar Rp 30 juta dari berjualan jengkol.
Manfaat Jengkol Bagi Tubuh
Boleh-boleh saja jika orang enggan mengkonsumsi jengkol karena faktor bau dan ketakutan terhadap kemungkinan keracunan asam jengkolat. Namun, jika menganggap buah kampungan ini tak bergizi, sebaiknya pandangan tersebut dikoreksi. Mengapa?
Pasalnya, di luar urusan tadi je­­ngkol sesungguhnya termasuk bahan pangan kaya gizi. Dari sejumlah penelitian memperlihatkan, jengkol kaya karbohidrat, protein, vitamin A, B, dan C, fosfor, kalsium, alkaloid, minyak atsiri, steroid, glikosida, tanin, dan saponin. Bahkan, kandungan protein jengkol masih lebih tinggi daripada tempe (8,3 gram per 100 gram bahan) yang selama ini disebut-sebut sebagai sumber pangan nabati berprotein tinggi.
Seperti yang dikutip dari www.anekaplantasia.com. Bahwa dalam 100 gram biji jengkol, terkandung energi 133 kkal, protein 23,3 gram, karbohidrat 20,7 gram, vitamin A 240 SI, vitamin B 0,7 mg, vitamin C 80 mg, fosfor 166,7 mg, kalsium 140 mg, besi 4,7 mg, dan air 49,5 gram. Sebagai catatan, angka kecukupan gizi vitamin C yang dianjurkan per hari adalah 75 mg untuk wanita dewasa dan 90 mg untuk pria dewasa. Ini berarti, untuk memenuhi kebutuhan vitamin C per hari, kita cukup mengonsumsi jengkol sekitar 100 gram.
Karena jengkol kaya akan zat besi, tidak heran jika jengkol sering dianjurkan bagi para penderita anemia. Jengkol juga baik bagi ke­sehatan tulang karena tinggi akan kalsium, yaitu 140 mg/100 g. Peran kalsium pada umumnya dapat dibagi menjadi dua, yaitu membantu pembentukan tulang dan gigi, serta mengatur proses biologis dalam tubuh. Dengan demikian, di balik efek bau, sesungguhnya banyak manfaat yang diperoleh dari mengkonsumsi jengkol. Jadi, kenapa mesti takut makan jengkol?
(**)


Sesungguhnya kesuksesan Selandia Baru sebagai Negara Petani dan Peternak tingkat dunia semata-mata karena sadar dan cinta akan potensi yang dimilikinya, yang didukung oleh kemudahan usaha terbukti urutan ke-2 dari 195 negara sedunia. Segar dan indah, itulah kesan yang didapat seandainya anda berkunjung ke Selandia Baru. Hamparan lahan berbukit dan landai, dengan kondisi geografis yang mirip dengan Indonesia. Hijau di musim semi dan panas, coklat selama musim di­ngin dan musim gugur. Selandia Baru yang di manca negara di kenal sebagai New Zealand, merupakan contoh nyata salah satu negara yang berhasil memajukan kehidupan petani dan peternak. Selandia Baru juga sukses mengolah berbagai industri yang berkaitan dengan pertanian, peternakan, perkebunan dan perikanan.
Selandia Baru memiliki luas wilayah kedaulatan seluas 268,680 km2. Negara ini terbagi menjadi dua pulau yaitu Utara dan Selatan dengan bentuk permukaan yang menyerupai pulau Sulawesi dan Jawa. Selandia Baru merupakan negara maju dengan kontribusi hasil pertanian, perternakan dan perkebunan sebesar 4,3% dari total Produk Domestik Bruto per kapita. Jika diteliti lebih lanjut persentase tersebut terlihat kecil, namun yang mengagumkan, jika dilihat dari persentase komoditi ekspor, produk-produk hasil agrikultur; termasuk pertanian, per ikanan, perkebunan merupakan kekuatan utama dalam mendatangkan devisa. Hampir 50% komoditas ekspor Selandia Baru berasal dari industri agrikultur  yang diekspor ke negara-negara tetangga se­perti Australia, Amerika, China, Jepang dan Inggris.
Dari salah seorang nara sumber, produksi hasil agrikultur, baik perikanan, pertanian dan perkebunan yang merupakan standar ekspor tidak terdapat di dalam negeri. Yang ada hanyalah sisa-sisa produksi hasil tani yang tidak memenuhi syarat untuk konsumsi lokal. Bagaimana dengan produksi yang memenuhi standar ekspor? Jika anda bertandang ke supermarket besar di kota-kota perdagangan di wilayah Indonesia, mungkin anda akan menemukan berbagai produk susu, mentega dan daging impor yang berasal dari negara ini, sebagaimana negara-negara tetangga yang merupakan mitra perdagangan Selandia Baru.
Kawat listrik, motor 4 roda dan anjing gembala
Sejak tahun 2000 terjadi peningkatan yang cukup signifikan terhadap penggunaan lahan untuk peternakan domba.  Sepanjang perjalanan dari titik pa­ling Utara menuju titik Selatan. Di pulau Utara, dapat dilihat betapa banyaknya lahan yang dipagari dan digunakan untuk menggembalakan domba, biri-biri dan sapi potong. Hewan-hewan yang diternakan di Selandia Baru tidak terbatas pada sapi potong, domba dan biri-biri saja, tapi juga rusa dan burung unta dan sapi perah yang bisa ditemukan di pulau Selatan, dan ayam potong free range, di seluruh wilayah Selandia Baru.
Para peternak bekerja sepanjang hari selama setahun dan libur hanya pada Hari Raya Natal dan Paskah, Hari Buruh, dan Ulang Tahun Ratu Inggris, karena Selandia Baru merupakan negara persemakmuran Inggris. Jika dibandingkan dengan Indonesia, Selandia Baru hanya mempunyai empat hari libur. Bayangkan ketekunan dan kerja keras para peternak, disaat musim panas dan saat turunnya salju di musim dingin, dengan sarana dan infrastruktur yang tepat didukung dengan kebijaksanaan dari pemerintah, industri peternakan domba, sapi dan biri-biri maju pesat. Populasi domba di Selandia Baru sendiri melebihi populasi manusia yang hidup di negara ini, sebagai perban­dingan pesatnya laju industri tersebut, dari survey pada tahun 2007 oleh Departmen Pertanian setempat, jumlah domba dan biri-biri adalah 12 kali populasi manusia yang hidup di Selandia Baru, (51, 839,184  domba > 4, 319, 932 manusia).
Metode peternakan untuk biri - biri, sapi potong maupun sapi perah tidak jauh berbeda dengan peternak sapi di Nusa Tenggara Barat (NTB), yaitu dengan cara penggembalaan di padang rumput yang dimiliki oleh peternak yang dikelilingi oleh kawat yang dialiri listrik tegangan rendah. Lahan tersebut dibagi menjadi beberapa petak, sapi dan biri-biri tersebut digembalakan di petak subur yang ditumbuhi rumput sebagai makanan utama, diselingi dengan sesekali jagung yang sudah dicacah dengan mesin chopper. Sapi dan biri-biri tersebut jarang sekali dikandangkan, walaupun di musim dingin yang temperaturnya mencapai 5 Celcius. Gembala yang rajin memindahkan ternak dari satu petak ke petak lain dibantu peralatan penunjang dan anjing gembala, agar siklus tumbuhnya rumput di tiap petak terjaga dengan baik. Hasil utama industri peternakan Selandia Baru terdiri dari, daging  berkualitas, bahan wol dari bulu domba, mentega, margarin, telur ayam free range, susu perah dan keju.
Tamasya perkebunan
Di sektor perkebunan, tanaman berupa anggur, zaitun dan apel menjadi komoditas utama yang kemudian dikonsumsi pasar international sebagai bahan makanan. Minyak zaitun atau Olive Oil untuk memasak, dan tentu saja minuman beralkohol sebagai hasil olahan buah anggur. Tidak lupa dengan buah kiwi yang menjadi buah andalan dari Selandia Baru sebagai ekspor terbesar
perkebunan. Di sektor ini ada hal lain yang menunjang kemajuan para petani kebun. Selandia Baru dengan segala keindahan alamnya ternyata mengundang banyak turis asing, dan para produsen film untuk datang dan menggunakan ba­nyak tempat sebagai lokasi shooting.
Menyadari hal ini, petani perkebunan dan pemilik kebun menjadikan perkebunan mereka sebagai atraksi dan objek wisata. Terhitung banyaknya restoran yang menyajikan produk de­ngan bahan baku yang diambil langsung dari kebun mereka. Berbagai perkebunan anggur yang menyediakan tempat beristirahat untuk mencoba berbagai macam minuman anggur dan melihat langsung proses destilasi buah anggur, hingga hotel dan penginapan di tengah-tengah perkebunan.  Bahkan banyak Tour and Travel Agent yang menyediakan  paket berlibur khusus ke berbagai perkebunan.
Kerang cangkang hijau dan kapal Ferry
Tercatat berbagai  jenis ikan di Selandia Baru, dari petambak yang menggunakan keramba sampai pemancingandengan menggunakan kapal pukat. Tidak jauh dari pelabuhan Auckland, di daerah Viaduct terdapat kapal-kapal pukat yang setiap harinya beroperasi mencari ikan di kejauhan laut. Hal yang patut diacungi jempol ialah pemerintah Selandia Baru menetapkan quota terhadap hasil tangkapan nelayan lokal sebagai bentuk manajemen sumber daya kelautan, dan juga berbagai inspeksi ketat dan karantina terhadap kapal asing yang beroperasi di perairan Selandia Baru untuk mencegah terjadinya penangkapan berlebihan terhadap hasil laut dan satwa flora dan fauna asing yang mungkin terbawa dan menjadi hama pengganggu ekosistem kelautan dan darat.
Pemerintah memberikan penyuluhan secara merata dan jelas kepada para petambak dan nelayan, dan juga memberlakukan kontrol harga perikanan yang ketat melalui policy recommended retail price, atau harga eceran resmi rata-rata dengan perbedaan kurang lebih 10%. Hal ini menjamin nelayan dan petambak tetap mendapatkan keuntungan dan berkiprah di bidangnya.  Bagi pemerintah sendiri kebijaksanaan ini memberikan dampak positif, karena hasil laut Selandia Baru diekspor dan mendatangkan devisa yang lumayan besar. Yangcukup menarik ialahkebijaksanaan pemerintah bagi petambak kerang cangkang hijau atau Green Shell Mussels. Kerang tersebut diternakkan menggunakan tali tambang yang ditancapkan ke dasar laut dan diikat dengan pelampung yang mengambang di permukaan, ekonomis dan praktis, tetapi agar pertumbuhan kerang tersebut bisa optimal, tambak harus berada di perairan laut yang jernih, kaya unsur plankton, dan arus laut yang relatif tenang.
Demi menjaga kualitas, standar ekspor dan pandangan konsumer terhadap produk dari negara ini, pemerintah tidak mengijinkan aktivitas pelayaran yang berlebihan. Kapal yang berlayar pun terbatas dalam kecepatan jika melewati daerah pertambakan kerang. Hal ini dapat dilihat  pada saat melakukan penyeberangan ferry dari pulau Utara ke pulau Selatan dan sebaliknya. Kapal-kapal ferry tersebut akan menurunkan kecepatan agar tidak menciptakan arus yang kuat pada saat kapal tersebut melewati pertambakan. Emisi dan gas buangan kapal rutin diperiksa agar tidak menimbulkan pencemaran, denda dan sangsi yang berat bagi pelanggar. Bandingan dengan Indonesia yang penyuluhan dilakukan pada awal-awal pengenalan suatu jenis hasil laut yang akan di tangkarkan, itu pun atas inisiatif nelayan dan para petambak sendiri. Dari se­kian banyak hasil laut dan tambak, produk hasil laut Selandia Baru yang terkenal ialah, kerang cangkang hijau, ikan salmon, tiram Pasifik asal Asia, dan Abalone. 
Kabupaten Bogor
 
Kabupaten Bogor, adalah sebuah kabupaten di Provinsi Jawa Barat, Indonesia. Ibukotanya adalah Cibinong. Kabupaten ini berbatasan dengan Kabupaten Tangerang (Banten), Kota Depok, Kota Bekasi, dan Kabupaten Bekasi di utara; Kabupaten Karawang di timur, Kabupaten Cianjur dan Kabupaten Sukabumi di selatan, serta Kabupaten Lebak (Banten) di barat. Kabupaten Bogor terdiri atas 40 kecamatan, yang dibagi lagi atas sejumlah desa dan kelurahan. Pusat pemerintahan di Kecamatan Cibinong.
Kabupaten Bogor secara garis besar terdiri atas tiga wilayah dan 40 kecamatan. Kecamatan-kecamatan tersebut dibagi atas sejumlah desa dan kelurahan. Pusat pemerintahan Kabupaten Bogor terletak di Kecamatan Cibinong, yang berada di sebelah utara Kota Bogor.
Adapun Daftar Wilayah dan Kecamatan di Kabupaten Bogor adalah:
  1. Wilayah Timur:
    1. Kecamatan Gunung Putri
    2. Kecamatan Cileungsi
    3. Kecamatan Klapanunggal
    4. Kecamatan Jonggol
    5. Kecamatan Sukamakmur
    6. Kecamatan Cariu
    7. Kecamatan Tanjungsari
  2. Wilayah Tengah:
    1. Kecamatan Gunung Sindur
    2. Kecamatan Parung
    3. Kecamatan Ciseeng
    4. Kecamatan Kemang
    5. Kecamatan Rancabungur
    6. Kecamatan Bojonggede
    7. Kecamatan Tajur Halang
    8. Kecamatan Cibinong
    9. Kecamatan Sukaraja
    10. Kecamatan Dramaga
    11. Kecamatan Cijeruk
    12. Kecamatan Cigombong
    13. Kecamatan Caringin
    14. Kecamatan Ciawi
    15. Kecamatan Megamendung
    16. Kecamatan Cisarua
    17. Kecamatan Citeureup
    18. Kecamatan Babakan Madang
    19. Kecamatan Ciomas
    20. Kecamatan Tamansari
  3. Wilayah Barat:
    1. Kecamatan Jasinga
    2. Kecamatan Parung Panjang
    3. Kecamatan Tenjo
    4. Kecamatan Cigudeg
    5. Kecamatan Sukajaya
    6. Kecamatan Nanggung
    7. Kecamatan Leuwiliang
    8. Kecamatan Leuwisadeng
    9. Kecamatan Cibungbulang
    10. Kecamatan Ciampea
    11. Kecamatan Pamijahan
    12. Kecamatan Rumpin
    13. Kecamatan Tenjolaya
Wilayah Timur Kabupaten Bogor merupakan kawasan favorit pengembangan wilayah pemukiman Jakarta saat ini. Alasan utama hal tersebut adalah karena telah dibukanya jalur jalan baru dari Cibubur menuju Bandung melewati Gunung Putri dan Cileungsi. Jalur ini belum memiliki nama resmi, sedangkan nama yang secara umum digunakan masyarakat adalah Jalan Alternatif Cibubur-Cileungsi.
Sejak dibukanya Jalan Alternatif tersebut, kompleks pemukiman modern dengan skala besar segera bermunculan sehingga harga tanah di kawasan ini menjadi salah satu yang termahal di Bodetabek. Kemunculan kompleks-kompleks pemukiman ini menyebabkan sangat banyak penduduk Kabupaten Bogor yang memiliki pekerjaan di Jakarta. Salah satu penduduk tersebut adalah Presiden ke enam Republik Indonesia, Bapak Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Ia tinggal di Puri Cikeas, Desa Nagrak, Kecamatan Gunung Putri dan bekerja di Istana Merdeka
Bagian utara Kabupaten Bogor merupakan dataran rendah (lembah Sungai Ciliwung dan Sungai Cisadane, sedang bagian selatan berupa pegunungan, dengan puncaknya: Gunung Halimun (1.764 m), Gunung Salak (2.211 m), dan Gunung Gede Pangrango (3.018 m) yang merupakan gunung tertinggi kedua di Jawa Barat.

Jalur utama

Kabupaten Bogor dilintasi jalan tol Jakarta-Bogor-Ciawi (Jagorawi). Jalan tol ini adalah jalur wisata utama dari Jakarta menuju Bandung. Jalur ini melewati rute Jalan Tol Jagorawi-Puncak-Cianjur-Bandung. Jalur Ciawi-Puncak merupakan salah satu yang terpadat pada musim libur, karena kawasan tersebut merupakan tempat berlibur warga Jakarta dan sekitarnya.
Apabila jalur wisata utama tersebut macet, yang biasanya terjadi pada hari-hari libur, maka dapat menggunakan rute alternatif melewati Cibubur-Cileungsi-Jonggol-Cariu-Cianjur-Bandung.
Untuk angkutan kereta api, terdapat jalur KRL Jakarta-Bogor, dimana jalur kerata api ini berlanjut hingga ke Sukabumi, Cianjur, dan akhirnya di Padalarang, jalur ini bersatu dengan jalur KA dari Cikampek yang kemudian akan menuju Bandung.

Objek wisata

  1. Puncak
  2. Taman Safari
  3. Kebun Raya Cibodas
  4. Gunung Salak Endah (Gn. Bunder)
  5. Gunung Gede Pangrango
  6. Gunung Salak
  7. Sirkuit Sentul
  8. Taman Wisata Mekarsari
  9. Hutan Pinus Catang Malang
Taman Wisata Mekarsari berlokasi di Jonggol, Cileungsi dan merupakan salah satu pusat pelestarian keanekaragaman hayati buah-buahan tropika terbesar di dunia, khususnya jenis buah-buahan unggul yang dikumpulkan dari seluruh daerah di Indonesia. Selain kegiatan pelestarian, dilakukan juga penelitian budidaya (agronomi), pemuliaan (breeding) dan perbanyakan bibit unggul untuk kemudian disebarluaskan kepada petani dan masyarakat umum.

Data Sumber Daya Manusia dan Potensi Desa Yang Dilaporkan Oleh LPM 23 Desa Di Kabupaten Bogor ke DPD Asosiasi LPM Kab. Bogor -Tahun 2005

Menjadikan dan melahirkan masyarakat berdaya (strength society) merupakan sebuah proses. Tentu saja proses pemberdayaan masyarakat ini dapat dikatakan sebagai cita-cita luhur dan mulia. Sebab, bagaimana pun, upaya-upaya yang dilakukan oleh siapa, kapan, dan di mana pun ketika mengarah kepada perbaikan dan perubahan akan dinilai sebagai langkah mulia, suci, dan tulus. Dan, tidak akan ada kelompok apalagi individu yang membantah para aktor perubahan ini.

Selalu ada anggapan proses pemberdayaan masyarakat dalam arti membawa masyarakat pada arah yang benar, mengubah, dan melahirkan masayrakat baru, dari tidak berdaya kepada berdaya, dari lemah kepada kuat, dari memble kepada kekuatan merupakan konsep akrab namun kadang bersifat abstrak. Ada yang memiliki pemikiran idealisme luhur dan melangit merupakan hal yang mengambang dan kurang realistis, idealis, maya, mungkin tidak mudah untuk merealisasikannya dalam dunia empiris. Konsep ini teramat manis dan mudah diucapkan memang.

Dan, faktanya demikian. Orang di mileu mana pun akan setuju setuju dengan segala macam perbaikan. Kelompok mana pun akan mengcungkan jempol tinggi-tinggi kepada para agen perubahan perbaikan. Bahkan, akan mendukung para pelaku perbaikan, terus terang, itu hanya dalam tataran wacana dan ide semata. Belum mampu menjamah kepada aplikasi dalam kehidupan. Mengapa, karena masyarakat masih meraba-meraba, tabu, dan trauma dengan masa lalu.

Orang-orang yang mengendalikan sistem secara salah pun bisa menjadi faktor penyebab kurang teraplikasinya konsep dan proses perbaikan ini. Pada tahap sekarang masyarakat masih saja dituntut sebagai penonton. Paling banter kita dibolehkan mengomel. Bahkan, sebagai pencela terhadap apa pun yang berhubungan --sebenarnya secara langsung, dengan kita. Bukan menjadi pemain dan subyek sentral.

Indikasinya proses perubahan dan perbaikan masih dibutuhkan oleh masyarakat. Hanya ketika mentalitas kita masih sama seperti dulu maka nonsenslah yang namanya perubahan dan perbaikan bisa mewujud kecuali dalam untaian dongeng dan harapan yang disimpan di masa depan belaka. Bisa dikatakan perubahan dan perbaikan macam apa pun harus diawali dari perbaikan mental dan jiwa dulu. Mau tidak masyarakat berubah dan mejadi agen perbaikan?

Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM) dulu disebut Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa (LKMD) adalah salah satu lembaga kemasyarakatan dan memiliki potensi besar. Apresiasinya ideal dalam upaya proses pemberdayaan masyarakat. Tugas utamanya adalah menghidupkan kembali semangat swadaya masyarakat yang saat ini memang dikhawatirkan mulai luntur.

Bicara soal lunturnya semangat swadaya masyarakat ini tidak bisa terlepas dari orang-orang yang mengendalikan sistem di negeri ini. Sistem memang buatan manusia. Bahkan, lebih didominasi oleh kebijakan-kebijakan Tuhan yang Mulia. Apa pun itu nama sistem bentuk dan wujudnya, bersifat netral, maka, pendorong buruk dan mandegnya sebuah sistem adalah manusianya sendiri.

Kita memang masih berkutat dan terikat dengan sistem birokrasi yang bertele-tele, berbelit-belit, bahkan cenderung mengada-ada. Sebenarnya, birokrasi macam apa pun tidak jelek, hanya saja keitika dikuasai oleh orang-orang bermental manut, penjilat, dan asal bapak senang maka hancurnya sistem itu, mandullah kreativitas.

Apakah dalam kasus ini sistem dipersalahkan? Saya pikir tidak demikian. Apakah kita akan menyalahkan sebuah mobil mogok, mesin mati, sementara pemiliknya hanya bisa menendang-nendang mobil ban mobil tersebut?

Di belahan dunia mana pun tidak sedikit orang yang mengecam sistem. Saya akui itu lumrah karena cara pandang terutama kita orang Timur selalu tidak kategoris. Selalu menghubung-hubungkan dan mengkaitkan satu kejadian dengan peristiwa lain. Sementara sama sekali tidak ada relevansinya.

Intinya, kita selalu menyalahkan lingkungan eksternal yang ada di luar kita. Ketika masyarakat tidak berdaya, pantaskah kita menyalahkan kambing yang merusak tanaman Pak Haji? Sama sekali tidak ada kaitannya.

Kembali ke persoalan awal. Terbentuknya LPM dan para pengurus yang baru sudah barang tentu menjadi catatan penting. Apalagi, lingkungan sosial merupakan fenomena pluralitas. Kadang, sering terjadi konflik horisontal meskipun masih dalam tataran konflik pemikiran.

Namun, ketika konflik ini terus berlangsung tanpa ada resistor yang bisa melerainya akan berakibat fatal bagi kehidupan di masyarakat. Dengan LPM baru, wajah baru, dan Pengurus baru, masyarakat tentu saja menaruh harapan. Sekian permasalahan sosial yang dihadapi segera bisa dipecahkan.

LPM, harus dan memang wajib menjadi penyeimbang pemerintahan yang ada di kelurahan. Bisa disebut lebih halus adalah sebagai teman sejawat yang harus bergandeng tangan.

Jangan sampai timbul kesan tidak selarasnya antara LPM dan Pemerintah Kelurahan. Karena, teramat mahal biaya yang harus dibayar oleh masyarakat untuk mengklaim ada lawan dan pesaing bagi sebuah kelompok. Paling celaka, jika pemerintahlah yang justru menjadi oposisi bagi lembaga-lembaga yang siap berkiprah untuk kebaikan masayrakat.

Namun, kita yakin. Tidak akan ada pemerintah yang senekad itu. Andaipun ada apa boleh muat. Bukankah kedaulatan tertinggi ada di tangan rakyat? 


Hikmah Pagi Gus Nuril senin 9 mei 2011

Saudaraku yang dirahmati Allah, salah seorang rajanya Wali Allah, Abu Hasan asy-Syadali –pernah berkata : ”Bahwa rasa lapang dan sempit itu senantiasa silih berganti ada dalam perasaan seorang hamba, bagaikan silih bergantinya siang dan malam”.
 Maka disaat datang ujian dari Allah berupa kelapangan , seorang hamba mesti menjaga diri dari semua hal yang melampaui batas, terutama lisanya. Karena, dalam kondisi gembira, lisan sering menjadi sombong dan asal bicara. (GN & Ponpes Abdurahman Wahid Sokotunggal).